Capim KPK: Kejagung Salah Pahami Arahan Jokowi Lewat Capim KPK
JAKARTA EDITORPUBLIK.COM, Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
(Capim KPK)
Sujanarko mengatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) salah
dalam menerjemahkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pencegahan
korupsi dengan membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan
Daerah (TP4D).
Hal itu disampaikan Sujanarko, yang juga merupakan Direktur Pembinaan Jaringan
dan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, saat mengikuti seleksi
wawancara dan uji publik panitia seleksi Capim KPK di Kementerian Sekretariat
Negara, Jakarta, Kamis (29/8).
“Pak Jokowi, presiden, pernah mengeluarkan perpres. Saya lupa nomor
berapa, yang oleh Kejaksaan Agung diterjemahkan dalam TP4D. Itu salah,”
kata Sujanarko. Untuk diketahui, TP4D dibentuk Jaksa Agung H. Prasetyo pada
2015 lalu. Tim tersebut dibentuk berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor : KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1 Oktober 2015,” seperti
dilansir dari CNN Indonesia.
Selain itu, Prasetyo juga meneken Instruksi Jaksa Agung RI
Nomor : INS-001/A/JA/10/2015 tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengaman
Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) Kejaksaan Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti
oleh segenap jajaran Kejaksaan diseluruh Indonesia.
“Sebetulnya, yang diharapkan oleh presiden itu adalah setiap kasus yang
tidak bisa dibuktikan mens rea-nya, tidak bisa dipidana,” ujar Sujanarko.
Dalam kesempatan yang sama, Sujanarko juga turut merespons pernyataan Capim KPK
lain, Asisten Deputi Bidang Ekonomi Makro, Penanaman Modal, dan Badan Usaha
pada Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet (Setkab) soal ketakutan
kepala daerah dengan upaya penindakan KPK lewat operasi tangkap tangan (OTT).
Sujanarko menyebut, Roby salah menganalisa masalah tindak pidana korupsi.
Menurutnya, ketakutan itu muncul lantaran konstruksi hukum Indonesia yang
salah.
“Di mana salahnya? Di mana salahnya adalah definisi korupsi di Indonesia
selalu ada kerugian negara,” ujarnya. Alhasil, hasil audit yang
menunjukkan adanya kerugian negara dengan serta merta dianggap sebagai
perbuatan pidana.
Sujanarko justru berusul agar unsur korupsi dihapus dari sisi kerugian negara. “Kerugian negara di mana? Pasal-pasal pemberatan. Jadi, kalau saya jadi pimpinan, saya akan usulkan kerugian negara dihapus dari unsur korupsi, tapi diatur dalam pasal-pasal pemberatan,” ujar Sujanarko menambahkan.(SBM)