Dedi Mulyadi: Penahanan Ijazah Siswa Langgar Hak Dasar Anak
BANDUNG EditorPublik.com – Gubernur Jawa Barat Terpilih, Dedi Mulyadi, menyatakan sikap tegas terhadap praktik penahanan ijazah siswa oleh sekolah swasta di Jawa Barat dengan alasan tunggakan biaya sekolah. Kebijakan ini ditegaskan sejalan dengan aturan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengharuskan semua sekolah menyerahkan ijazah tanpa syarat tambahan.
Dedi mengungkapkan bahwa sebanyak 320.000 ijazah siswa SMA di Jawa Barat masih ditahan oleh sekolah swasta akibat tunggakan SPP, bahkan ada ijazah yang tertahan hingga tujuh tahun. “Jika dirata-rata, setiap siswa memiliki tunggakan SPP sebesar dua juta rupiah, maka total akumulasi tunggakan ini mencapai Rp 640 miliar,” ujar Dedi pada Minggu (2/2/2024).
Menurutnya, menahan ijazah adalah pelanggaran terhadap hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan. “Ijazah adalah hak siswa, bukan alat untuk menekan atau memeras. Kami akan mengambil langkah tegas terhadap sekolah yang melanggar aturan ini,” katanya.
Pemprov Jawa Barat telah memberikan batas waktu hingga Senin, 3 Februari 2025, bagi sekolah-sekolah untuk menyerahkan ijazah yang masih ditahan. Dinas Pendidikan Jawa Barat telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 3597/PK.03.04.04/SEKRE tentang Percepatan Penyerahan Ijazah Jenjang SMA/SMK/SLB Tahun Pelajaran 2023/2024 atau sebelumnya, yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Wahyu Mijaya. Sekolah yang tidak mematuhi aturan ini akan dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional.
Dedi juga menegaskan bahwa Pemprov Jabar akan menghentikan bantuan sebesar Rp 600 miliar per tahun kepada sekolah swasta yang masih menahan ijazah siswa. Dana tersebut akan dialihkan menjadi beasiswa bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Selain itu, audit terhadap penggunaan dana bantuan sekolah swasta akan dilakukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Sebagai solusi untuk masalah tunggakan biaya sekolah, Dedi mengusulkan pemberian subsidi atau skema pembayaran bertahap bagi siswa yang masih memiliki kewajiban keuangan. “Pemerintah harus hadir memberikan solusi. Kami tidak ingin masalah ini berlarut-larut dan mengganggu kualitas pendidikan,” tegasnya.
Dinas Pendidikan Jawa Barat juga membuka kanal pengaduan resmi bagi siswa dan orang tua yang mengalami penahanan ijazah. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah secara adil dan tepat.
Dedi mengingatkan sekolah untuk tidak melakukan intimidasi terhadap siswa atau orang tua dalam situasi ini. “Kami akan memantau secara ketat pelaksanaan aturan ini. Tidak boleh ada pihak yang merasa dirugikan,” tegasnya.
Dengan kebijakan ini, Pemprov Jawa Barat berharap tidak ada lagi siswa yang kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan atau bekerja hanya karena ijazahnya ditahan. Pemerintah juga mengajak masyarakat untuk bersinergi menciptakan lingkungan pendidikan yang adil dan inklusif. (Msk)