Penetapan Pj Wali Kota Bekasi Menggunakan Sistem Political Appointed
KOTA BEKASI EditorPublik.com – Keputusan Kemendagri yang menunjuk Raden Gani Muhamad sebagai Penjabat (Pj) Wali Kota Bekasi menggantikan Tri Adhianto yang masa jabatannya berakhir pada 20 Septeber 2023 besok, menuai kritik dari Ketua DPRD Kota Bekasi, H.M.Saifuddaulah.
“Sangat disayangkan, karena secara ketentuan sesungguhnya pemerintah pusat harus memperhatikan aspek psikologisnya dan aspek sosiologisnya para Pejabat (Pj) yang ditunjuk,” kata Saifuddaulah, Selasa (19/9/2023), seperti dilansir metropolitan.id.
Seperti diketahui, Kemendagri memilih Raden Gani Muhamad menjadi Pj Wali Kota Bekasi, padahal namanya tidak masuk dalam usulan.
Sebelumnya, DPRD Kota Bekasi mengusulkan tiga nama untuk menggantikan Tri Adhianto. Mereka adalah Makmur Marbun (direktur Produk Hukum Daerah di Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri), Koswara Hanafi (kadishub Provinsi Jabar), dan Kusnanto Saidi (direktur RSUD Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi).
Sementara, tiga kandidat yang diusulkan Pemprov Jabar adalah Makmur Marbun (direktur Produk Hukum Daerah di Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri), Koswara Hanafi (kadishub Provinsi Jabar), dan Junaedi (sekretaris daerah Kota Bekasi), dan nama Gani Muhamad tidak termasuk yang diusulkan menjadi Pj.Wali Kota Bekasi.
Menanggapi hal tersebut, Soni Sumarsono mantan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri 2015-2019 dan mantan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, bahwa penetapan Pj Wali Kota itu berlaku sistem political appointed (penunjukan) dan bukan political elected (pemilihan).
Soni menjelaskan, bahwa dalam menunjuk seseorang menjadi Penjabat, Kemendagri membuka dan mempertimbangkan aspirasi rakyat melalui DPRD sebagai masukan.
“Namanya masukan, bisa diterima dan bisa juga tidak. Yang jelas, ada 6 nama usulan Pj Kepala Daerah. 3 nama dari Daerah melalui Gubernur dan 3 nama dari Pusat, kemudian dibahas dan digodog dalam Tim Penilai Akhir (TPA) di Istana” ujar Soni kepada EditorPublik.com, Selasa (19/9/2023)
Lebih lanjut Soni Sumarsono mengatakan, soal muncul satu nama diluar tiga nama yang diusulkan DPRD dan Gubernur, itu merupakan konsekuensi dari sistem yang tidak mengharuskan pusat memilih salah satu dari tiga nama usulan dari daerah.
“Ini pada ujungnya akan menjadi pertanyaan dan penilaian publik mengenai derajat dan kualitas praktek demokrasi kita dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia” ujar Soni. (Meha)