Tri Adhianto: Kota Bekasi Darurat Sampah
KOTA BEKASI EditorPublik.com – Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menyerukan gerakan sedekah sampah dan pengelolaan mandiri sebagai langkah mengatasi persoalan darurat sampah yang melanda Kota Bekasi.
Dalam apel K3 memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Alun-Alun M. Hasibuan, Wali Kota menegaskan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang.
Tri Adhianto mengungkapkan bahwa kejadian longsor sampah akibat hujan deras beberapa waktu lalu menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap pengelolaan sampah di Kota Bekasi. Ia menyatakan bahwa jika TPA Bantargebang ditutup, dampaknya akan sangat signifikan bagi kota ini.
“Kita harus mulai memilah sampah dari rumah, terutama sampah yang masih bisa dimanfaatkan,” ujar Tri Adhianto, Kamis (5/6/2025)
Sebagai solusi, Pemerintah Kota Bekasi mengusung konsep pengelolaan sampah berkelanjutan berbasis teknologi dan partisipasi warga. Salah satu langkah konkret adalah pelaksanaan sedekah sampah setiap Jumat di lingkungan kantor pemerintahan. Selain itu, Tri juga menyebut penerapan teknologi daur ulang plastik untuk menghasilkan kantong ramah lingkungan.
Tri menjelaskan bahwa sampah organik kini diarahkan untuk dimanfaatkan secara lokal, seperti melalui pembuatan eco-enzyme dari sisa buah dan sayur. Cairan hasil fermentasi ini, yang terbukti efektif saat pandemi COVID-19, dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan.
Lebih lanjut, Wali Kota juga mendorong pengolahan sampah anorganik menjadi pakan maggot sebagai langkah mengurangi ketergantungan pada TPA. Keberhasilan industri daur ulang lokal turut menjadi perhatian, dengan salah satu pabrik daur ulang kertas di Mustika Jaya berhasil menembus pasar internasional, termasuk Singapura.
Benny Tunggul HS, Direktur Environment Community Union (ECU), menyebut bahwa perubahan nama lokasi pembuangan sampah dari TPA, TPST, hingga UPST hanya sebagai kamuflase.
Menurutnya, selain permasalahan di Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) Bantar Gebang milik DKI Jakarta, stagnasi pengelolaan sampah juga terjadi di TPA Sumur Batu dan TPA Burangkeng.
“Alih-alih perbaikan, kondisi justru memburuk. Sistem sanitary landfill yang diwajibkan UU No. 18 Tahun 2008 tidak diterapkan dengan semestinya, mengakibatkan kerusakan lingkungan signifikan,” ujar Benny.
Diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bahkan tengah memproses sanksi pidana terhadap UPST Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta atas dugaan pelanggaran Pasal 114 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
“Pengelolaan tetap bermasalah, terbukti dari sanksi administratif hingga ancaman pidana oleh KLH,” ujar Benny Tunggul.
Dalam konteks meningkatnya jumlah penduduk, Tri menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Pemilahan sampah di tingkat rumah tangga menjadi kunci utama dalam mendukung upaya ini.
“Gerakan bersama ini adalah investasi untuk keberlanjutan Kota Bekasi, di mana manfaatnya akan kembali dirasakan oleh masyarakat,” pungkasnya.(Msk)