UPST Bantar Gebang Dihadapkan Sanksi Pidana, BLUD Dinilai Hanya Kamuflase
KOTA BEKASI EditorPublik.com – Transformasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang menjadi Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) dengan status Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dianggap gagal meningkatkan kualitas pengelolaan sampah.
Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bahkan tengah memproses sanksi pidana terhadap UPST Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta atas dugaan pelanggaran Pasal 114 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Benny Tunggul HS, Direktur Environment Community Union (ECU), menyebut perubahan nama dari TPA, TPST, hingga UPST hanya sebagai kamuflase.
“Pengelolaan tetap bermasalah, terbukti dari sanksi administratif hingga ancaman pidana oleh KLH,” tegas Benny, Sabtu (31/5/2025).
Menurutnya, stagnasi pengelolaan sampah juga terjadi di TPA Sumur Batu dan TPA Burangkeng. “Alih-alih perbaikan, kondisi justru memburuk. Sistem sanitary landfill yang diwajibkan UU No. 18 Tahun 2008 tidak diterapkan dengan semestinya, mengakibatkan kerusakan lingkungan signifikan,” tambah Benny.
Diketahui, UPST Bantar Gebang telah ditetapkan sebagai BLUD melalui Keputusan Gubernur DKI No. 1593/2021 untuk meningkatkan efisiensi. Namun, KLH menemukan ketidakpatuhan terhadap Kepmen LH No. 13646/2024 tentang sanksi administratif paksaan pemerintah.
“Fasilitas seperti PLTSa dan pengolahan lindi tidak berfungsi optimal. Rekomendasi Tim Monitoring dan Evaluasi pun diabaikan,” ungkap Benny.
Menurutnya, sejak 1989, TPST Bantar Gebang mengelola 7.000–8.000 ton sampah per hari, menghasilkan tumpukan setinggi 50 meter setara gedung 16 lantai. Pencemaran udara, air, dan tanah dilaporkan mengancam kesehatan masyarakat di Jakarta, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi.
KLH telah memeriksa pejabat UPST pada 23 Mei 2025, meskipun Kepala DLH DKI dan jajarannya tidak hadir. KLH akan menerapkan multidoor enforcement berupa sanksi administratif, pidana, dan perdata.
Benny mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan untuk mengaudit penggunaan APBD dalam proyek pengelolaan sampah. “Dana APBD terbuang percuma karena ketidakpatuhan ini,” tegasnya.
Ia juga meminta Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk menanggapi sanksi pidana dengan serius. “TPST Bantar Gebang adalah cermin kepemimpinan DKI. Jika gagal, dampaknya regional, termasuk bagi warga Bekasi dan Bogor,” ujar Benny.
UU PPLH dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengatur ancaman pidana bagi pejabat yang lalai. “Kepala daerah bisa dipidana jika terbukti menyebabkan pencemaran berat,” pungkas Benny Tunggul.(Msk)