Kemenhut Tegaskan Komitmen Penataan PBPH dan Evaluasi Konsesi PT Toba Pulp Lestari
JAKARTA EditorPublik.com – Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut RI) menegaskan kembali komitmennya dalam menata Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) sebagai bagian dari prioritas strategis nasional. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan hutan negara, menyelesaikan konflik lahan berkepanjangan, serta memastikan pemanfaatan sumber daya hutan yang berkelanjutan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Laksmi Wijayanti menjelaskan bahwa penataan PBPH menjadi bagian penting dari upaya reformasi tata kelola hutan nasional.
“Tujuan kami adalah mengurangi risiko konflik, memberikan kepastian status lahan, menekan biaya sosial dan lingkungan, serta memastikan seluruh kegiatan di atasnya berjalan secara efisien dan berkelanjutan,” ujar Laksmi di Jakarta, Rabu (16/10/2025).
Ia menambahkan, “Rasionalisasi ini merupakan langkah penting untuk menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak, terutama masyarakat dan pelaku usaha kehutanan.”
Menanggapi tingginya perhatian publik terhadap isu kehutanan di Sumatera Utara, Laksmi menegaskan bahwa Kemenhut memperkuat kolaborasi dengan pemerintah daerah guna meningkatkan pengawasan dan penertiban di lapangan.
“Pemerintah juga terus mendorong kebijakan konservasi yang inklusif dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal sebagai mitra strategis dalam menjaga kelestarian hutan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenhut, Krisdianto, dalam Siaran Pers Nomor SP.238/HUMAS/PP/HMS.3/10/2025, menegaskan bahwa salah satu fokus utama evaluasi tahun 2025 adalah konsesi yang dikelola oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Sumatera Utara.
“Evaluasi terbaru mengidentifikasi adanya tingkat fragmentasi areal yang tinggi di dalam konsesi PT TPL akibat perubahan status kawasan dan meningkatnya kegiatan nonkehutanan di sekitar area tersebut,” jelas Krisdianto.
Berdasarkan temuan tersebut, Direktorat Jenderal PHL tengah mengusulkan kebijakan rasionalisasi untuk menata ulang areal konsesi yang dinilai tidak lagi efektif.
Krisdianto juga menjelaskan bahwa konsesi TPL, yang pertama kali diberikan pada tahun 1992 saat masih bernama PT Inti Indorayon Utama, telah mengalami pengurangan signifikan.
“Pada tahun 2020, luas konsesi tercatat berkurang 37 persen menjadi 167.912 hektare. Evaluasi terbaru menunjukkan adanya fragmentasi areal yang cukup tinggi akibat perubahan status kawasan dan meningkatnya aktivitas nonkehutanan di sekitar wilayah tersebut,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan rasionalisasi konsesi menjadi langkah penting untuk menciptakan kepastian hukum bagi semua pihak, terutama masyarakat dan pelaku usaha kehutanan.
“Partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan konservasi. Kami ingin kebijakan kehutanan menjadi solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak,” tutup Krisdianto.(Msk)

