BERITA UTAMAPENDIDIKANTEKNOLOGI

Fenomena Disruption

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disrupsion diartikan sebagai hal yang tercabut dari akarnya. Apakah pengertian ini relevan dengan pengertian  istilah disruption yang digunakan oleh beberapa kalangan ? sepenuhnya saya kembalikan  kepada para pembaca untuk menilainya.

Era disrupsi akibat kemajuan teknologi digital tidak bisa dihadapi dengan cara biasa, melainkan harus dihadapi dengan cara-cara adaptif. Teknologi diciptakan  untuk memudahkan pekerjaan manusia. Kemajuan teknologi berkembang dengan sangat pesat, bahkan bisa dikatakan terjadi perubahan revolusioner.

Sebuah fenomena  yang patut dicermati yaitu “disruption”. Sebagai akibat langsung kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.Diantaranya adalah fenomena  toko online yang mulai mengancam toko-toko konvensional dan taxi online  menenggelamkan jasa ojek pangkalan dan taxi konvensional, kamera digital berhasil  menghilangkan bisnis industri  negative film, dan masih banyak lagi  hal lain yang bisa kita jadikan contoh  tentang fenomena disruption.

Bukan mustahil fenomena ini terjadi pada dunia pendidikan. Gedung sekolah sebagai pusat pendidikan bisa jadi tidak lagi dibutuhkan. Proses belajar tidak lagi  mensyaratkan areal pendidikan yang luas. Ruang kelas  seperti sekarang ini  bisa dibilang konvensional karena bisa  digantikan dengan kelas virtual atau kelas digital.

Negara-negara di seluruh belahan dunia kini  mengalami musibah  yang diakibatkan oleh Corona Virus 19, termasuk negara kita. Musibah yang kemudian  menjelma menjadi pandemi ini menyebabkan rontoknya berbagai sendi kehidupan manusia, diantaranya  bidang sosial, ekonomi bahkan pendidikan.

Pandemi covid 19
“berhasil” memaksa perubahan sistem pendidikan. Dari pendidikan tatap muka secara langsung menjadi  pendidikan melakui  jarak jauh atau PJJ. Pendidikan jarak jauh memang bukan suatu hal baru, beberapa perguruan tinggi sudah melaksanakannya. Di Indonesia kita telah mengenal Universitas Terbuka.

Baca Juga :  Plt Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, Hadiri Pesta Bona Taon Toga Sinaga

Namun pembelajaran jarak jauh di kalangan siswa SD,  SMP maupun SMA merupakan hal yang baru apalagi berlangsung serentak. Kejadian ini tentu saja menimbulkan perasaan shock  mulai dari siswa, guru bahkan orang tua siswa. Betapa tidak mereka semua dipaksa dalam tempo yang sesingkat-singkatnya mengalihkan pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran online atau pembelajaran jarak jauh  melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Satu hal yang patut kita syukuri adalah  percepatan transformasi teknologi   kepada guru, siswa dan bahkan orang tua siswa. Saat ini  penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk kegiatan belajar mengajar menjadi sesuatu yang biasa. Sehingga pembelajaran jarak jauh menjadi hal yang biasa juga.

Apakah  ini gejala awal menuju  disruption?, semoga tidak.

Namun mencermati beberapa temuan pengalaman  pembelajaran tatap muka terbatas, pada  Adaptasi Tatanan Hidup Baru (ATHB) di Kota Bekasi, di beberapa satuan pendidikan, ditemukan  hasil wawancara dengan para siswa. Para siswa merasa lebih nyaman mengikuti pembelajaran jarak jauh dari pada tatap muka langsung. 
Mengapa demikian ? Tentu banyak faktor yang menyebabkan pilihan mereka seperti itu.

Yang pasti para siswa kini memiliki pembanding dari hasil pengalaman belajar mereka. Akan menjadi masalah besar apabila  pembelajaran melalui  kelas virtual lebih mereka minati dibanding harus datang di sekolah.

Baca Juga :  Perhimpunan Mahasiswa Minta Kejaksaan Tangkap Kadisdik Kota Bekasi

Jika fenomena ini terus bertumbuh maka bisa jadi kegiatan belajar mengajar tatap muka dianggap  membosankan dan bahkan bisa  ditinggalkan oleh para siswa. Apabila hal ini benar-benar terjadi, maka tantangan pendidikan kedepannya menjadi sangat berat.

Seperti kita pahami bersama bahwa amanah pendidikan nasional bukan saja siswa pandai secara akademis, namun juga harus memiliki akhlak mulia. Pendidikan akhlak mulia dilakukan dengan pendekatan  pendidikan  karakter di sekolah. Seorang siswa yang secara akademis bagus tapi berperilaku negatif maka hasil pendidikan menjadi timpang. 

Pendidikan karakter melalui Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sulit dilakukan. Apalagi tingkat pendidikan masyarakat kita sangat beragam. Ditambah lagi dengan keterbatasan  fasilitas yang dimiliki.

Tidak hanya pendidikan karakter,  proses sosialisasi yang biasanya terjadi secara natural di sekolah kini menjadi tidak ada. Bisa jadi peserta didik akan berperilaku  individualistik alias asosial,  sebab mereka belajar dari rumah masing-masing sedangkan proses sosialisasi sangat minim.

Sebagai insan akademis  tentu saja  kita harus melakukan antisipasi terhadap fenomena tersebut.  Sekaligus mencari solusi untuk mendapatkan jalan keluar yang terbaik. Menurut hemat saya  peran seorang guru sangat menentukan. Apakah pembelajaran tatap muka secara langsung semakin diminati atau malah ditinggalkan. Itu semua sangat bergantung kepada peran para guru dan tentu saja  peran kepala sekolah  di lapangan.

Dalam situasi seperti sekarang ini guru dituntut benar-benar profesional. Guru harus terus menerus  mengembangkan kemampuan profesionalnya, sehingga proses belajar di bawah bimbingan langsung para guru di kelas harus  dirasakan betul  kebutuhannya oleh para peserta didik.

Baca Juga :  KH. Muh. Idris Dan Iman Budi Gelar Maulid Akbar

Di samping  peran guru,  peran kepala sekolah jelas sangat penting. Peran tersebut diantaranya adalah terus menerus memfasilitasi pelatihan bagi para guru  dalam rangka mengembangkan  profesionalismenya.
Kelengkapan  sarana komputer dan kecukupan internet  juga tidak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan belajar  mengajar di sekolah.

Pengalaman belajar peserta didik baik melalui tatap muka secara langsung maupun melalui PJJ, tentu memberikan kesan tersendiri bagi mereka. Jika sebagian peserta  didik menikmati PJJ dan yang lainnya lebih nyaman belajar tatap muka langsung di kelas, maka pembelajaran kombinasi  atau   blended learning bisa menjadi salah satu alternatif untuk memberikan layanan terbaik kepada siswa kita.

Beberapa sekolah tingkat SMP dan SMA sudah banyak yang memiliki website. Biasanya pada setiap website menyediakan fitur e-learning, yang dapat membantu siapa saja untuk belajar tanpa terikat oleh waktu dan tempat. Para guru dan siswa dapat memanfaatkan e-learning sebagai sarana blended learning.

Blended learning adalah metode yang memadukan pembelajaran tatap muka dengan materi belajar  online secara harmonis.

Demikian catatan kecil  semoga tulisan sederhana ini memberikan manfaat.

Selamat Memperingati Hardiknas tahun 2021.
Semoga pendidikan nasional kita semakin maju, utamanya pendidikan  Kota Bekasi menuju masyarakat yang cerdas kreatif maju sejahtera dan ihsan. (*Dwi Kusdinar)

*Penulis adalah Kepala Sekolah SMPN 44 Kota Bekasi.

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *