Hak THR Driver Ojol, Pengamat: Bergantung pada Kemampuan Perusahaan
JAKARTA EditorPublik.com – Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Airlangga, Hadi Subhan, menyoroti pentingnya masalah kemitraan dalam revisi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Menurutnya, hak dan kewajiban pekerja platform, termasuk driver ojek online (ojol), belum sepenuhnya diakomodasi dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Hal ini menyebabkan status dan hak normatif pekerja platform, seperti Tunjangan Hari Raya (THR), masih belum jelas.
Hadi menjelaskan, hubungan kerja antara perusahaan platform dan driver ojol belum diatur secara komprehensif dalam sistem hukum ketenagakerjaan yang berlaku saat ini. Akibatnya, para pekerja kemitraan kesulitan memperjuangkan hak-hak mereka, termasuk THR.
“THR belum menjadi kewajiban normatif bagi perusahaan. Saat ini, pemberian THR lebih bersifat kewajiban moral yang diserahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan,” ujar Hadi, Selasa (18/2/2025), seperti dirilis cnnindonesia.com
Ia menambahkan, tanpa perubahan dalam UU Ketenagakerjaan, status driver ojol akan tetap ambigu. “Tanpa revisi UU, kejelasan status driver ojol sulit dicapai,” tegasnya.
Hadi juga menilai bahwa pemberian THR kepada driver ojol saat ini sangat bergantung pada kemampuan finansial perusahaan. Tidak ada standar khusus yang mengatur besaran THR untuk pekerja platform, mengingat belum ada aturan hukum yang mengikat.
Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian bagi driver ojol dalam menerima hak-hak mereka. Sebagai pekerja yang bergantung pada pendapatan harian, THR menjadi salah satu bentuk perlindungan finansial yang penting, terutama saat hari raya.
Hadi menyarankan agar pemerintah segera merevisi UU Ketenagakerjaan untuk mengakomodasi hak-hak pekerja platform, termasuk driver ojol.
“Perlu ada kejelasan hukum yang melindungi hak-hak pekerja platform, termasuk THR, agar tidak lagi bergantung pada kebijakan sepihak perusahaan,” pungkasnya.(Msk)