Berita UtamaHukumLingkungan HidupPolitik

Kemenhut Tindak 4 Korporasi dan 7 PHAT, Diduga Terkait Banjir di Sumatera Utara

JAKARTA EditorPublik.com – Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) kembali mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran tata kelola kehutanan yang diduga berkaitan dengan bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera Utara.

Terbaru, Ditjen Gakkum Kehutanan melakukan penyegelan terhadap tiga subjek hukum Pemegang Hak Atas Tanah(PHAT) di Kabupaten Tapanuli Selatan, yakni PHAT JAS, PHAT AR, dan PHAT RHS.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kehutanan, Krisdianto, melalui siaran pers Nomor SP.373/HUMAS/PP/HMS.3/12/2025.

Ia menjelaskan bahwa tim Ditjen Gakkum juga melakukan verifikasi lapangan dan olah tempat kejadian perkara di sejumlah lokasi korporasi, antara lain PT TBS, PT SN, serta proyek PLTA Batang Toru milik PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE).

Di lokasi-lokasi tersebut, tim menemukan papan peringatan dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Seluruh subjek hukum yang disegel dan atau dilakukan olah TKP tersebut berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Dalam siaran pers tersebut, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyebutkan, hingga saat ini Kementerian Kehutanan telah melakukan penyegelan dan atau verifikasi lapangan terhadap total 11 entitas usaha. Rinciannya, empat korporasi dan tujuh PHAT.

Empat korporasi tersebut meliputi PT Toba Pulp Lestari (TPL), PT AR, PT TBS bersama PT SN, serta proyek PLTA Batang Toru milik PT NSHE. Sementara tujuh PHAT yang ditindak antara lain JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M.

Seluruh subjek hukum tersebut diduga terlibat dalam pelanggaran tata kelola kehutanan,” kata Menteri Raja Juli Antoni, Kamis, (11/12/2025).

Berdasarkan hasil pendalaman sementara, diduga telah terjadi tindak pidana pemanenan atau pemungutan hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa hak atau persetujuan pejabat berwenang.

Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 50 ayat 2 huruf c Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun serta denda maksimal Rp3,5 miliar sebagaimana Pasal 78 ayat 6.

Saat ini, tim Ditjen Gakkum Kehutanan masih mengumpulkan barang bukti guna mengungkap jejaring pelaku, modus operandi, serta keterkaitannya dengan kerusakan ekosistem hutan yang berdampak pada bencana hidrometeorologi berupa banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Menteri Raja Juli juga mengungkapkan bahwa di lokasi PHAT atas nama JAM, tim menemukan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kegiatan pemanenan hasil hutan ilegal.

Barang bukti tersebut antara lain lebih dari 60 batang kayu bulat, sekitar 150 batang kayu olahan, satu unit excavator PC 200, satu unit buldoser dalam kondisi rusak, satu unit truk pengangkut kayu rusak, dua unit mesin belah kayu, satu unit mesin ketam, serta satu unit mesin bor.

Temuan tersebut akan didalami lebih lanjut oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Gakkum Kehutanan, terutama keterkaitannya dengan penyidikan kasus empat truk bermuatan kayu yang berasal dari lokasi PHAT JAM tanpa dilengkapi dokumen sah berupa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Bulat (SKSHH-KB).

Untuk memperkuat proses penyidikan, Ditjen Gakkum Kehutanan juga berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam pengamanan barang bukti.

“Kami berharap pemerintah daerah dapat mendukung penuh penegakan hukum ini, mengingat dampak kejahatan kehutanan tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam keselamatan masyarakat,” ujar Menteri Raja Juli.

Sementara itu, Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami motif serta pihak-pihak yang terlibat bersama Satgas PKH. Fokus penyidikan dilakukan terhadap tindak pidana kehutanan di kawasan hutan maupun areal PHAT berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.

Adapun unsur pidana terkait kerusakan lingkungan akibat banjir menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup.

Penegakan hukum tidak menutup kemungkinan dikembangkan hingga kepada pihak-pihak yang menikmati keuntungan dari kejahatan ini. Instrumen tindak pidana pencucian uang dapat digunakan sebagai pelengkap,” tegas Dwi.

Seiring dengan kegiatan verifikasi lapangan, Ditjen Gakkum Kehutanan juga telah melayangkan surat pemanggilan klarifikasi kepada 12 subjek hukum untuk dimintai keterangan dalam rangka pengumpulan bahan dan informasi.

Hingga 10 Desember 2025, enam subjek hukum telah memenuhi panggilan pemeriksaan, terdiri dari tiga korporasi yakni PT AR, PT MST, dan PBPH PT TN, serta tiga PHAT yaitu A, AR, dan RHS. Sementara itu, PT TPL dan PLTA Batang Toru milik PT NSHE mengajukan permohonan penjadwalan ulang pemeriksaan. (Msk)