Ketua PWI Pusat Hendry Ch Bangun Tegaskan Keputusan Dewan Kehormatan Tidak Mengikat
JAKARTA EditorPublik.com – Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendry Ch Bangun, memberikan tanggapan tegas terhadap pernyataan Wina Armada yang dinilainya menyesatkan terkait kepengurusan organisasi wartawan tertua di Indonesia tersebut.
Menurut Hendry, opini yang disampaikan Wina keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap aturan organisasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI.
“Di dalam PD/PRT PWI jelas disebutkan bahwa keputusan Dewan Kehormatan tidak bersifat mengikat. Jika tidak dijalankan, mekanisme organisasi mengatur agar digelar Rapat Pleno Plus, seperti yang telah kami lakukan, dan hasilnya menganulir keputusan tersebut,” ujar Hendry.
Hendry juga menyinggung ambisi lama Wina yang pernah gagal menjadi Sekjen PWI di era kepemimpinan Tarman Azzam. Bahkan, menurutnya, Wina sempat mendapat kecaman keras dari peserta Kongres PWI di Aceh karena dianggap berkhianat.
“Sekarang masih ingin jadi Sekjen lagi, padahal KLB mereka tidak korum. Sadar lah, mumpung masih hidup,” tambahnya.
Ia pun mencontohkan kasus serupa di masa lalu, salah satunya saat Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang dan Sekretaris Sasongko Tedjo memberhentikan Zulkifli Gani Ottoh. Namun, keputusan itu tidak dilaksanakan oleh Ketua Umum saat itu, Atal S. Depari.
Contoh lain, lanjut Hendry, adalah pemecatan Ketua PWI Sumatera Barat, Basril Basyar. Meski sudah diberhentikan oleh Dewan Kehormatan, keputusan itu baru efektif setelah ia selaku Ketua Umum mengeksekusinya.
“Prosedur organisasi jelas. PWI provinsi tidak memiliki kewenangan memecat Ketua Umum. Semua harus melalui tahapan Dewan Kehormatan Provinsi, kemudian ke Dewan Kehormatan Pusat, dan diteruskan ke Ketua Umum,” jelasnya.
Terkait dugaan penyelewengan dana sponsorship antara PWI Pusat dan Forum Humas BUMN, Hendry menegaskan bahwa seluruh kegiatan telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Haryo Tienemar, dan hasilnya menyatakan tidak ditemukan pelanggaran.
“Hasil audit sudah saya serahkan ke penyidik Polda Metro Jaya. Bahkan akuntannya sudah diperiksa polisi dan mengonfirmasi tidak ada penyelewengan. Apakah Wina paham akuntansi? Kalau tidak kompeten, jangan asal bicara. Belajar dulu,” ujar Hendry.
Soal legalitas kepemimpinannya, Hendry memastikan Surat Keputusan AHU Kemenkumham Nomor AHU-0000715.AH.01.08.TAHUN 2023 yang menetapkannya sebagai Ketua Umum PWI Pusat tidak pernah dibatalkan. Ia mengungkapkan, upaya blokir sempat dilakukan oleh Sasongko cs agar pengurus PWI KLB dapat disahkan, namun berhasil digagalkan oleh Sayid Iskandarsyah yang mewakili PWI Pusat.
“Sekarang AHU saya masih aktif. Sementara akta notaris PWI KLB sudah saya laporkan ke Bareskrim Polri karena berisi keterangan palsu seolah-olah ada 20 PWI Provinsi hadir, padahal itu bohong,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa akta notaris yang digunakan oleh pihak penyelenggara Kongres Luar Biasa (KLB) telah dilaporkan ke Bareskrim Polri karena diduga mengandung keterangan palsu.
“Akta itu menyebut seolah-olah mendapat dukungan dari 20 PWI provinsi, padahal faktanya tidak demikian. Karena itu, kami menempuh jalur hukum,” tegas Hendry.
Menanggapi tudingan pribadi terkait pelatihan jurnalistik di SKK Salemba, Hendry menjelaskan bahwa dirinya telah aktif menulis sejak masa kuliah meski tidak mengikuti pelatihan resmi.
“Saya aktif di Majalah Tifa Sastra Fakultas Sastra UI dan beberapa kali menulis di Salemba. Jadi, tuduhan bahwa saya tidak layak menjadi wartawan itu tidak berdasar,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Hendry memastikan bahwa dirinya dalam kondisi sehat secara fisik dan mental, dan siap menyelesaikan masa kepemimpinannya hingga Kongres PWI berikutnya pada tahun 2028.
“Bila ada pihak yang ingin mencalonkan diri sebagai Ketua Umum, silakan ikuti mekanisme organisasi. Mari kita jaga marwah PWI bersama-sama,” tutup Hendry. (Msk)