Menjaga KPK, Mengawal Seleksi Pimpinan KPK
JAKARTA EDITORPUBLIK.COM, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan ujung tombak dalam upaya memerangi rasuah di negeri ini. Karena itu, para pimpinan terpilih harus memiliki Integritas. Demikian disampaikan mantan istri Presiden keempat Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah Wahid, terkait proses seleksi calon Pimpinan KPK periode 2019-2023.
“KPK adalah ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Maka harus yang berintegritas dan memiliki kualifikasi lebih baik secara profesi, moral maupun intelektual. Pansel perlu lebih terbuka,” katanya saat diskusi bertajuk “Menjaga KPK, Mengawal Seleksi Pimpinan KPK” di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (24/8).
Tak hanya mantan ibu negara tersebut, sejumlah tokoh juga hadir dalam diskusi tersebut, yakni Cendekiawan Muslim Ahmad Syafii Maarif, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, serta Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari.
Dua puluh nama calon pimpinan KPK yang telah melewati beberapa tahapan tes capim KPK memang menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Pasalnya, beberapa nama kandidat memiliki persoalan kode etik dan dipertanyakan integritasnya khususnya bagi isu pemberantasan korupsi di negeri ini.
Ahmad Syafii Maarif yang kerap disapa Buya Syafii meminta Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ikut serta dalam pemilihan capim KPK. Ia mendesak agar calon-calon dengan rekam jejak bermasalah, agar jangan direkomendasikan presiden ke DPR.
“Orang yang bermasalah jangan dipilih, orang baik masih ada di Indonesia,” ujarnya. (epc1)
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyuarakan hal yang sama. Ia menegaskan bahwa KPK ialah organisasi yang tidak bisa dipengaruhi dari pihak mana pun. Kepada panitia seleksi (pansel) capim KPK, Saut mengatakan bahwa calon komisioner KPK, tak cukup hanya mengandalkan kecapakan intelektualitas semata, melainkan harus mengedepankan Integritas.
Sebab, medan perang yang dihadapi bagi pemimpin KPK di masa yang akan datang, sangat berat. Medan perang yang dimaksud, skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia yang saat ini masih stagnan di angka 37.
“Ini medan perangnya. Anda baik saja tidak cukup, apalagi tidak baik!” ujar Saut. (Humas/epc1)