Berita UtamaHukumLingkungan HidupPolitik

Kadis LHK Sumut Perintahkan Aktivitas Penebangan di Parlilitan Dihentikan

JAKARTA EditorPublik.comKepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumatera Utara, Heri W. Marpaung, melalui Kepala UPTD KPH Wilayah XIII, Janly F. Bancin, memerintahkan penghentian aktivitas penebangan kayu di Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Instruksi ini disampaikan Heri W. Marpaung melalui sambungan telepon kepada redaksi EditorPublik.com pada Minggu sore (16/11), setelah menerima laporan warga mengenai aktivitas penebangan kayu tumbuh alami di Desa Sihas Dolok I yang kembali berlangsung pascapenghentian akses SIPUHH secara nasional.

Penghentian akses tersebut sebelumnya ditetapkan melalui pengumuman resmi bernomor PG.2/IPHH/PHH/HPL.4.1/8/7/2025 pada 11 Juli 2025 yang ditandatangani Direktur Penatausahaan Hasil Hutan KLHK, Ade Mukadi.

Kadis LHK Sumut menjelaskan bahwa laporan dari Kepala UPTD KPH Wilayah XIII mengakui adanya pembukaan jalur sepanjang kurang lebih 1.2 kilometer dengan lebar tiga meter.

“Tim gabungan KPH XIII dan Polisi Kehutanan yang melakukan pemeriksaan pada Sabtu 15 November 2025 menemukan dua unit excavator tidak beroperasi, tumpukan tunggul, serta sejumlah kayu log di lokasi”. ujar Heri W Marpaung.

Dalam laporannya, disebutkan pemilik lahan diketahui bernama Harianto Malau, sementara pelaksana kegiatan penebangan adalah Roganda Sianturi. Keduanya mengaku membuka lahan untuk kebutuhan pertanian. Aktivitas tersebut sudah berjalan sekitar satu bulan, namun tanpa dilengkapi dokumen wajib berupa SI PUHH meski areal berada dalam kategori APL.

Instruksi Penghentian Tanpa Penjelasan Tindakan Hukum

Menindaklanjuti temuan tersebut, KPH XIII hanya memberikan pembinaan administratif dan memerintahkan penghentian aktivitas sampai dokumen SIPUHH diterbitkan. Heri W. Marpaung menyebut bahwa Roganda Sianturi telah diperintahkan menghentikan seluruh kegiatan, namun tidak menjelaskan secara rinci bentuk tindakan hukum yang akan atau telah dijalankan terhadap pelanggaran yang terjadi.

Langkah ini menimbulkan pertanyaan dari warga mengenai efektivitas pengawasan. Mereka menilai kasus serupa sering berulang di Parlilitan, tetapi jarang ditindak tegas sehingga tidak menimbulkan efek jera.

Seorang warga menyatakan kekecewaannya dan meminta identitasnya tidak dipublikasikan. Ia menilai pembinaan administratif tidak cukup untuk menghentikan praktik penebangan ilegal yang berpotensi merusak lingkungan, terutama di wilayah yang rawan erosi.

Lemahnya Pengawasan

Kasus ini kembali memunculkan pertanyaan mengenai sejauh mana pengawasan dilakukan UPTD KPH Wilayah XIII terhadap aktivitas pemanfaatan kayu di APL. Walaupun bukan kawasan hutan, pemanfaatan kayu tumbuh alami tetap memerlukan legalitas sesuai ketentuan yang berlaku.

Hingga kini, Dinas Kehutanan Sumut belum memberikan penjelasan apakah pelanggaran tersebut akan diproses lebih jauh atau tetap dianggap sebagai persoalan administratif semata. Situasi ini menambah kekhawatiran publik bahwa lemahnya pengawasan dan ketidakjelasan penegakan hukum berpotensi membuka ruang bagi terulangnya pelanggaran serupa.

Perkembangan selanjutnya masih ditunggu masyarakat Parlilitan yang sejak awal merasa aktivitas tersebut berjalan tanpa pantauan yang memadai sebelum akhirnya terungkap lewat laporan warga dan pemeriksaan di lapangan.(Msk)