Suhartoyo Menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi Menggantikan Anwar Usman
JAKARTA EditorPublik.com – Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi untuk masa jabatan 2023 – 2028. Keterpilihan Suhartoyo tersebut dilakukan melalui Rapat Permusyawaratan Hakim yang digelar secara tertutup pada Kamis (9/11/2023) di Ruang RPH Gedung 1 Mahkamah Konstitusi.
Pemilihan ini dilaksanakan dalam rangka menindaklanjuti Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 tanggal 7 November 2023 yang menginstruksikan untuk dilakukan pemilihan pimpinan yang baru untuk masa jabatan 2023-2028 dalam waktu 2×24 jam sejak Selasa, 7 November 2023 pukul 18.21 WIB.
RPH pemilihan Ketua MK tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra dihadiri dan dihadiri delapan hakim konstitusi lainnya, yakni Hakim Konstitusi Anwar Usman; Hakim Konstitusi Arief Hidayat; Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams; Hakim Konstitusi Suhartoyo; Hakim Konstitusi Manahan M. P. Sitompul; Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih; Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh; dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
Usai menggelar RPH sejak pukul 09.00 WIB, Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama delapan hakim konstitusi lainnya hadir ke Ruang Sidang Pleno MK mengumumkan hasil kesepakatan bersama. Saldi mengatakan, saat RPH berlangsung muncul dua nama yang diajukan para hakim konstitusi, yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Munculnya dua nama tersebut menyebabkan kedua orang yang terpilih dipersilakan untuk melakukan diskusi guna menyepakati pihak yang akan menjadi Ketua MK dan Wakil Ketua MK.
Pemilihan ini juga dilaksanakan berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.
“Semua sepakat, Bapak Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), untuk masa jabatan 2023 – 2028” ujar Wakil MK Saldi Isra di Gedung MK.
Untuk diketahui, Anwar Usman dicopot dari Ketua MK atas putusan MKMK. Anwar melanggar kode etik berat memutuskan perkara 90/PUU-XXI/2003 gugatan batas usia capres-cawapres.
Anwar Usman juga tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal sehingga melanggar sapta karsa hutama. Selain itu, Anwar Usman terbukti sengaja membuka ruang intervensi dari pihak luar atas perkara tersebut sehingga melanggar kode etik.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstittusi (MKMK) juga meminta Anwar Usman tidak boleh ikut terlibat menyidangkan perkara gugatan sengketa Pemilu 2024. Tujuannya untuk menghindari konflik kepentingan. (Msk)