Disdik Kota Bekasi: Tidak Ada Larangan Pungutan Di Sekolah
Kota Bekasi EDITORPUBLIK.COM, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Belasi, Uu Saiful Mikdar menegaskan pemberian dana sumbangan dari orang tua peserta didik kepada sekolah diperbolehkan asalkan melalui regulasi yang tepat, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
“Sekolah boleh menerima sumbangan, asalkan dikelola dengan benar dan sesuai mekanisme melalui komite sekolah, serta melalui rapat orang tua siswa, mengakomodir siswa kurang mampu dan tidak ditentukan jumlah pembayarannya, tidak ada aturan yang melarang Pungutan” ucapnya di ruang kerjanya, Senin (19/8/2019)
“Sumbangan tersebut boleh dilakukan guna memenuhi kekurangan biaya operasional sekolah sepanjang bantuan yang diberikan pemerintah belum mencukupi kebutuhan sekolah tersebut,” tuturnya.
Namun UU Saiful Midar mengaku belum mendapat laporan dari Kepala SMPN 33 Kota Bekasi.
“Sampai saat ini saya belum mendapatkan laporan terkait pungutan tersebut,” imbuhnya.
Tanggapan ini disampaikan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi menyusul adanya temuan LSM KAMPAK-RI tentang keluhan orang tua siswa SMPN 33 Kota Bekasi. Sejumlah Orang Tua murid keberatan dengan pungutan yang dilakukan sekolah dengan dalih keperluan meubelair dan pakaian seragam sekolah.
Indra Pardede, Sekjend DPN LSM KAMPAK-RI (Komite Anti Mafia Peradilan dan Korupsi Republik Indonesia) kepada EDITORPUBLIK.COM mengatakan, saat ini pihaknya tengah mempersiapkan laporan kepada aparat penegak hukum terkait temuan mereka di SMPN 33 Kota Bekasi.
Indra Parede mengatakan, selama ini sekolah selalu berdalih bahwa pungutan adalah hasil kesepakatan orang tua murid dan komite sekolah.
“Permendikbud no 75 Tahun 2016 tentang Komite sekolah, dengan jelas memberikan batasan akan peran / fungsi serta larangan bagi komite sekolah,” ujarnya.
Menurut LSM KAMPAK, sumbangan itu sukarela, tidak dicatat dan ditagihkan, apalagi ketika misalnya ada siswa yang tidak membayar kemudian diberikan sanksi.
Indra menyebutkan,tidak ada konsekuensi apapun dengan sumbangan terhadap siswa yang berkaitan belajar mengajar. Komite sekolah selama ini terlalu bersemangat, sehingga melanggar aturan, ketika aturan itu dilanggar termasuk pungli, kata Indra.
“Jika dalam rapat komite sekolah memutuskan, bahwa dalam satu tahun, atau satu bulan orang tua siswa diminta menyumbang dengan jumlah tertentu, sekian rupiah misalnya, itu termasuk pungutan liar atau Pungli,” tegasnya.
Orang tua siswa boleh membantu dalam pembangunan fisik, tapi dalam bentuk sumbangan. Misalnya sekolah belum memiliki toilet, supaya ada toilet di sekolah itu, maka komite sekolah membuat proposal dan melakukan rapat dengan orang tua.
“Untuk membuat toilet total anggarannya sekian misalnya, siapa yang bisa menyumbang silahkan menyumbang, tapi bentuk sumbangan tidak selamanya dalam bentuk barang atau uang, bisa dalam bentuk tenaga seperti menjadi tukangnya,” tambah Indra.
Selain itu diperbolehkan seperti CSR, sekolah bisa berkolaborasi dengan perusahaan untuk mengumpulkan sumbangan sebagai tanggung jawab suksesnya pendidikan di lingkungan sekolah, pungkas Indra. (HUMAS/ADV)