BEKASI RAYABERITA UTAMAHUKUMPOLITIK

Ferry Lumban Gaol: Korupsi di Kota Bekasi Ibarat Kanker Stadium Akhir

KOTA BEKASI EditorPublik.com – Pemerintah Kota Bekasi menghadapi tantangan serius dalam memberantas tindak pidana korupsi yang telah menjadi isu kronis selama lebih dari satu dekade.

Sejak tahun 2011 hingga 2025, berbagai pejabat tinggi, termasuk wali kota, kepala dinas, dan pejabat struktural lainnya, terjerat dalam kasus korupsi yang mencoreng nama baik pemerintahan. Kondisi ini mencerminkan krisis integritas yang mengakar dalam struktur birokrasi Pemkot Bekasi.

Dalam kurun waktu tersebut, kasus korupsi melibatkan penangkapan Sekretaris Daerah, beberapa kepala bidang, dan wali kota pada tahun 2011. Kasus serupa terulang pada tahun 2022, ketika wali kota aktif bersama kepala dinas dan pejabat eselon III ditangkap dalam operasi tangkap tangan.

Terbaru, pada semester pertama tahun 2025, mantan Kepala Dinas Olahrga beserta salah satu pejabat pembuat komitmen (PPK) terseret kasus pengadaan alat olahraga.

Ferry Lumban Gaol, mantan pejabat eselon II, kini sebagai politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi ini.

“Korupsi di Pemkot Bekasi ibarat penyakit kanker stadium akhir yang sulit disembuhkan” ujar Ferry, Kamis (22/5/2025)

Menurutnya, krisis di tubuh pemerintahan mencakup aspek-aspek fundamental seperti integritas, kapasitas, kesetiaan, kinerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa, dan kepemimpinan.

Krisis Kepemimpinan dan Sistem Birokrasi

Krisis ini semakin diperparah oleh lemahnya pemahaman tugas dan fungsi kepala daerah. Dalam praktiknya, kepala daerah sering kali mengintervensi ranah birokrasi, termasuk dalam hal mutasi dan penunjukan pejabat, yang seharusnya menjadi kewenangan Sekretaris Daerah sesuai UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016. Hal ini menimbulkan rasa takut di kalangan aparatur sipil negara (ASN) dan memicu praktik nepotisme.

“Kepala daerah seharusnya berfokus pada program kesejahteraan masyarakat dan menyerahkan pelaksanaan teknis kepada jajaran birokrasi. Namun, yang terjadi justru sebaliknya,” ujar Ferry.

Rekomendasi untuk Reformasi Sistemik

Dalam upaya mengatasi masalah ini, Ferry mengusulkan beberapa langkah konkret kepada Kementerian Dalam Negeri, antara lain:

  1. Menyusun kode etik kepala daerah yang mengatur sanksi tegas, termasuk pemberhentian, jika terjadi pelanggaran.
  2. Memastikan kepala daerah bertanggung jawab terhadap realisasi janji kampanye melalui evaluasi yang melibatkan DPRD.
  3. Melarang kepala daerah melakukan mutasi pejabat tanpa alasan yang jelas dan mendesak.
  4. Mengatur agar kewenangan anggaran tetap berada pada pejabat yang berwenang, bukan diintervensi oleh kepala daerah.

“Korupsi yang berulang di Bekasi tidak hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga menunjukkan urgensi reformasi sistem pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan segera mengambil langkah nyata untuk memperbaiki sistem birokrasi dan menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari korupsi”. Pungkas Ferry Lumban Gaol. (Msk)