BERITA UTAMAHUKUMLINGKUNGAN HIDUPLIPUTAN KHUSUS

Kerusakan Hutan Sikirang Tarabintang, Warga Pertanyakan Tanggung Jawab

JAKARTA EditorPublik.com — Warga Dusun Onngol, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), menuntut keadilan dan pertanggungjawaban atas kerusakan Hutan Sikirang yang terjadi di wilayah mereka.

“Pasca kedatangan polisi dari Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara (Sumut), semua alat berat sudah ditarik oleh pemiliknya. Lalu, kerusakan yang ditimbulkan, siapa yang bertanggung jawab?” ujar T. Hasugian, salah seorang penatua warga, pada Kamis (20/3/2025).

Menanggapi hal tersebut, Kapolsek Parlilitan, AKP Dorlan Pasaribu, menjelaskan bahwa pendampingan kedatangan tim dari Polda Sumut dilakukan oleh Polres Humbahas, bukan oleh Polsek Parlilitan.

“Itu dari Polres, Tipidter, dan Kasat Reskrim yang mendampingi,” ujar AKP Dorlan kepada wartawan.

Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Humbahas, AKBP Hary Ardianto, belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan warga mengenai proses hukum dan pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan Hutan Sikirang.

Kerusakan alam Hutan Sikirang, membentuk ceruk saluaran air, berpotensi mendatangkan banjir bandang

Kerusakan Hutan dan Bukti yang Ditunjukkan Warga

Warga setempat telah menyampaikan video dan foto kepada EditorPublik.com, yang memperlihatkan kerusakan parah di Hutan Sikirang setelah dihentikannya Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) untuk Pemilik Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama Lonser Purba.

“Tolong Pak Polisi agar diselidiki, siapa yang memberikan izin menebang pohon di Hutan Sikirang. Hutan tersebut milik bersama, bukan milik perorangan. Sejak dulu, hutan itu adalah hutan larangan karena merupakan sumber pengairan untuk sawah warga,” tegas T. Hasugian.

Perspektif Hukum

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan oleh pemerintah desa atau adat hanya berfungsi sebagai bukti penguasaan awal dan bukan sertifikat resmi untuk mendapatkan PHAT.

PHAT yang diterbitkan hanya berdasarkan SKT tanpa melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan tanpa mempertimbangkan status kawasan hutan dianggap tidak sah secara hukum. Aktivitas penebangan tanpa izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga dikategorikan sebagai tindak pidana. Pelaku, baik pihak adat maupun pengusaha, berisiko menghadapi sanksi pidana, perdata, dan sanksi adat.

Warga berharap aparat penegak hukum segera menyelesaikan kasus ini dan mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam perusakan Hutan Sikirang. (Msk)