Wakapolri Akui Sejumlah Ditreskrim, Kapolres dan Kapolsek Underperform
JAKARTA EditorPublik.com – Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI memaparkan program kerja serta evaluasi kinerja internal Polri. Salah satu hal yang menjadi perhatian ialah kinerja beberapa Direktorat Reserse Kriminal di tingkat polda yang dinilai belum memenuhi target.
Dedi menyebutkan dari 47 Ditreskrim yang menjadi fokus evaluasi, sebanyak 15 di antaranya dinilai belum optimal atau underperform. Ia menegaskan Polri telah melakukan berbagai perbaikan, mulai dari pembenahan sistem meritokrasi hingga peningkatan kualitas pendidikan dan rekrutmen.
“Perbaikan di bidang rekrutmen sangat penting. Jika prosesnya baik dan anggota dididik dengan benar, hasilnya juga akan baik,” kata Dedi dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Tidak hanya Ditreskrimum, hasil asesmen internal Polri juga menunjukkan masih banyak Kapolres dan Kapolsek yang kinerjanya belum maksimal. Dari 4.340 Kapolsek yang dinilai, sekitar 67 persen berada dalam kategori underperform.
Dedi menjelaskan salah satu penyebabnya adalah penempatan personel yang kurang tepat. Ia mengungkapkan hampir separuh Kapolsek saat ini berasal dari perwira lulusan PAG (Perwira Alih Golongan).
Sementara itu, dari 440 Kapolres yang telah dinilai, sebanyak 36 di antaranya juga masuk kategori belum optimal. Ia menegaskan evaluasi dan perbaikan akan terus dilakukan, termasuk di bidang reserse.
Dedi menegaskan Polri tengah menghadapi meningkatnya tuntutan publik terhadap akuntabilitas lembaga penegak hukum. Situasi ini menguat setelah insiden kerusuhan unjuk rasa pada akhir Agustus 2025 yang memakan korban jiwa, serta sejumlah aksi massa pada awal September yang menyoroti legitimasi Polri.
Menurutnya, sejumlah persoalan internal telah diidentifikasi, seperti lemahnya pengawasan, rendahnya akuntabilitas penegakan hukum, penyalahgunaan kewenangan, hingga budaya impunitas yang berdampak pada kepercayaan publik.
“Tuntutan publik terhadap reformasi Polri menjadi bagian dari gerakan yang menekankan transparansi, empati, dan perbaikan kelembagaan,” ujarnya.
Polri, kata Dedi, telah berdiskusi dengan berbagai tokoh masyarakat sipil untuk merespons dinamika tersebut. Kajian dari koalisi masyarakat sipil mencatat ada 130 persoalan yang terangkum dalam 12 isu utama, mulai dari pengawasan hukum hingga tata kelola SDM.
Ia menilai penguatan pengawasan eksternal dan penurunan tindakan represif menjadi rekomendasi penting. Pemanfaatan teknologi seperti body-worn camera, CCTV, serta integrasi sistem digital disebut sebagai langkah yang dapat meningkatkan transparansi dan perlindungan hak asasi manusia. (Msk)

