Ephorus HKBP Hadiri Diskusi Penyelamatan Hutan Parlilitan dan Tarabintang: Minta PT TPL Ditutup
JAKARTA EditorPublik.com – Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt. Dr. Victor Tinambunan, menghadiri diskusi bertema penyelamatan hutan di Kabupaten Humbang Hasundutan, khususnya di Kecamatan Parlilitan dan Tarabintang.
Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Forum Peduli Alam Parlilitan–Tarabintang di sebuah restoran kawasan Senayan City, Jakarta, Kamis (17/7/2025). Kegiatan ini digelar sebagai bentuk keprihatinan atas semakin terancamnya hutan akibat deforestasi dan berbagai aktivitas ilegal.
Acara ini turut dihadiri sejumlah akademisi, pengacara, pengusaha, insan pers, serta pemuda asal Parlilitan dan Tarabintang yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya.
Dalam sambutannya, Pdt. Dr. Victor Tinambunan yang lahir dan besar di Dusun Siringoringo, Kecamatan Parlilitan, sangat mengapresiasi kepedulian para perantau terhadap isu lingkungan. Ia mengaku mengikuti berbagai perkembangan isu tersebut melalui media sosial.
“Saya yang meminta agar diadakan pertemuan tatap muka seperti ini, supaya kita bisa berdiskusi dan menyatukan visi serta misi dalam perjuangan menghentikan praktik perusakan hutan sebagai paru-paru dunia,” ujar Dr. Tinambunan.
Baca: https://editorpublik.com/forjuba-dukung-seruan-ephorus-hkbp-tutup-pt-tpl/
Ia menegaskan bahwa dari berbagai ancaman global, kerusakan lingkungan menempati posisi paling serius.
“Masalah krisis lingkungan berada di urutan teratas ancaman global. Kerusakan hutan di Parlilitan dan Tarabintang bukan hanya persoalan lokal, tapi berdampak secara global,” ungkapnya.
Ephorus juga menyampaikan bahwa dirinya telah menyaksikan langsung berbagai bencana yang terjadi, serta mendengar keluhan masyarakat dan pegiat lingkungan.
“Tidak ada keraguan untuk menyimpulkan bahwa kehadiran PT Toba Pulp Lestari (TPL) lebih banyak membawa dampak negatif ketimbang positif. Memang, beberapa warga akan terdampak oleh penutupan TPL, dan hal itu sering dijadikan alasan untuk menolak. Namun secara keseluruhan, keberadaan PT TPL di Tapanuli Raya justru lebih banyak menimbulkan kerugian,” tegasnya.
Dr. Tinambunan juga menyoroti pentingnya penyadaran masyarakat mengenai dampak global dari kerusakan hutan. Ia menyebut, sekitar 16 juta penduduk Sumatera Utara, termasuk 3,4 juta di Tapanuli Raya, menjadi kelompok yang paling merasakan dampaknya secara langsung.
“Bencana seperti longsor sudah beberapa kali terjadi di Parlilitan, kekeringan mulai dirasakan, debit sungai menurun drastis, bahkan banyak sumber mata air yang telah mengering. Itu baru dampak yang dirasakan saat ini. Kita belum memikirkan apa yang akan dialami generasi mendatang,” ujarnya.
Selain kerusakan lingkungan, ia juga mengungkapkan bahwa konflik sosial akibat pembabatan hutan mulai muncul di masyarakat. Perselisihan terjadi bahkan di antara warga yang berasal dari marga dan gereja yang sama.
Dalam kesempatan itu, Harry Hasugian, SH, MH, mewakili peserta diskusi, menyampaikan apresiasi atas kesediaan Dr. Victor Tinambunan menjadi penasihat Forum Peduli Alam Parlilitan–Tarabintang.
“Pergerakan ini merupakan wujud tanggung jawab bersama untuk menyosialisasikan bahaya kerusakan hutan, minimal kepada keluarga terdekat. Sebagai langkah konkret, 100 pengacara asal Parlilitan di seluruh Indonesia akan membuat pernyataan sikap kepada pemerintah Indonesia,” kata Harry.(Msk)