Bekasi RayaBerita UtamaHukumPolitik

Dugaan Celah Pemufakatan Jahat di Sistem E-Katalog V6 Mini Kompetisi Kota Bekasi

KOTA BEKASI EditorPublik.com  – Sejumlah pelaku usaha di Kota Bekasi menyoroti pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui sistem E-Katalog V6 Mini Kompetisi. Fitur baru ini dinilai masih menyisakan celah yang berpotensi dimanfaatkan oknum untuk mengatur pemenang proyek dan menyingkirkan persaingan sehat antarpenyedia.

Salah satu pelaku usaha menyebut, penerapan sistem E-Katalog versi 6 Mini Kompetisi justru menimbulkan tantangan baru di dunia pengadaan. Menurutnya, mekanisme ini dapat menggerus kesempatan penyedia jasa konstruksi bersaing secara adil dan membuka ruang bagi praktik tertutup di balik proses yang tampak transparan.

Ia menjelaskan, pola dugaan pengaturan kerap muncul sejak sebelum paket tayang di sistem. Pihak yang disebut sebagai “pengantin” atau calon pemenang, diduga sudah lebih dulu menyiapkan dokumen serta kelengkapan administrasi yang dibutuhkan.

“Surat dukungan dan dokumen administrasi biasanya sudah disiapkan jauh sebelum mini kontes dibuka. Saat jadwal penawaran dimulai, penyedia lain harus mengejar waktu dengan biaya operasional yang cukup besar, sekitar tujuh hingga delapan juta rupiah per paket. Karena peluang menang kecil, banyak peserta akhirnya memilih mundur,” ujarnya, Rabu (12/11/2025).

Sumber tersebut juga menyoroti kewenangan pengguna anggaran yang dianggap terlalu luas dalam memberikan penilaian.

“Diskresi semestinya digunakan secara objektif, namun dalam Mini Kompetisi ruang interpretasinya sangat besar. Penilaian bisa saja diarahkan kepada peserta tertentu. Di sisi lain, penyedia lain tidak memiliki ruang sanggahan formal, hanya bisa menempuh jalur gugatan, yang prosesnya sering memakan waktu lama,” katanya.

Ia membandingkan mekanisme itu dengan sistem e-Katalog penuh, yang menampilkan data penyedia, spesifikasi produk, dan harga secara terbuka. Dalam sistem tersebut, penawaran diurutkan otomatis dari harga terendah hingga tertinggi, dan pengguna anggaran wajib memilih sesuai ketentuan transparansi publik.

“Kalau ada pilihan di luar urutan itu, berarti sudah masuk ranah pelanggaran karena semua data terbuka. Mekanisme ini menjaga persaingan harga yang sehat sekaligus menutup ruang negosiasi yang bisa menimbulkan potensi penyimpangan,” tambahnya.

Sumber lain menyebut, dalam beberapa kasus, peserta Mini Kompetisi justru berasal dari kelompok usaha yang sama dan dimasukkan langsung oleh pengguna anggaran.

“Komposisi seperti ini meniadakan esensi kompetisi terbuka yang menjadi dasar e-Katalog. Jika tidak diawasi ketat, sistem ini bisa disalahgunakan,” ujarnya.

Beberapa pelaku usaha juga mengaku belum pernah mendapat sosialisasi resmi terkait fitur Mini Kompetisi, baik mengenai alur kerja, hak penyedia, maupun mekanisme evaluasi.

“Pertanyaannya, apakah E-Katalog V6 Mini Kompetisi benar-benar ditujukan untuk mempercepat proses pengadaan, atau justru berpotensi menimbulkan ketimpangan baru? Tanpa transparansi dan pengawasan yang memadai, sistem ini bisa kehilangan semangat awalnya sebagai sarana efisiensi dan akuntabilitas,” kata salah satu pengusaha.

Ia menilai, penerapan Mini Kompetisi untuk jasa konstruksi perlu dikaji ulang, mengingat karakteristik pekerjaan konstruksi berbeda dengan produk barang industri biasa.

“Perbedaan mendasar ini seharusnya menjadi perhatian Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) agar penerapannya tidak menimbulkan salah tafsir maupun ketidakadilan di lapangan,” pungkasnya.

Redaksi EditorPublik.com telah berupaya meminta tanggapan dari Wali Kota Bekasi terkait keluhan para penyedia jasa tersebut, termasuk melalui surat resmi yang dikirimkan untuk mengonfirmasi penerapan Mini Kompetisi pada Sistem E-Katalog V6. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi yang diterima. (Msk)