BERITA UTAMARAGAM

Camat Parlilitan Tidak Dilibatkan dalam Pemberian Izin Pengelolaan Hutan

PARLILITAN EditorPublik.com – Camat Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara mengaku tidak dilibatkan oleh dinas terkait dalam proses pemberian izin pengelolaan hutan di wilayahnya. Padahal, keterlibatan pihak kecamatan dinilai penting untuk memastikan bahwa izin yang diberikan telah melalui kajian mendalam, termasuk dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul.

“Kewenangan kami sangat terbatas, terutama dalam hal pengelolaan hutan. Kami tidak dilibatkan dalam proses pemberian izin atau bahkan dalam pengkajian dampak yang mungkin terjadi jika hutan ditebang,” ujar Darmo Hasugian, S.Sos, Camat Parlilitan, Minggu (23/3/2025) malam kepada EditorPublik.com.

Masyarakat Diimbau Waspada terhadap Iming-iming Pengusaha

Camat juga mengimbau masyarakat, khususnya pemilik lahan, untuk tidak mudah terpengaruh oleh iming-iming pengusaha yang mengatasnamakan pembukaan lahan pertanian atau pembangunan infrastruktur seperti akses jalan. Faktanya, banyak lahan masyarakat yang justru dieksploitasi untuk pengambilan kayu tanpa ada pembukaan lahan pertanian yang signifikan.

“Masyarakat jangan terlalu mudah menyerahkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atau izin dari tokoh masyarakat hanya karena iming-iming seperti bunga kayu atau janji pembukaan jalan. Perlu ada kejelasan peruntukan lahan tersebut,” tegasnya.

Camat menekankan pentingnya peran kepala desa dan pihak terkait dalam mengawasi proses pemberian izin pengelolaan hutan. Kepala desa diharapkan lebih berhati-hati dalam mengeluarkan SKT dan memastikan bahwa izin yang diberikan benar-benar untuk kepentingan yang jelas dan sesuai aturan.

“Sebelum memberikan izin, pihak terkait harus melakukan pengecekan lapangan untuk memastikan bahwa areal yang akan dikelola sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, perlu juga dikaji dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul,” tambahnya.

Dampak Negatif yang Harus Diwaspadai

Camat mengingatkan bahwa dampak negatif dari pengelolaan hutan yang tidak terkontrol tidak hanya dirasakan oleh pemilik lahan, tetapi juga oleh masyarakat luas. Salah satunya adalah kerusakan infrastruktur seperti jalan akibat tonase pengangkutan kayu yang melebihi kapasitas.

Truk dengan muatan kayu, bebas hilir mudik melintasi jalan kelas III di Parlilitan tanpa pengawasan berarti dari Dinas Perhubungan

“Jika ada dampak buruk, yang merasakan bukan hanya pemilik lahan, tetapi juga masyarakat lainnya. Misalnya, akses jalan yang rusak karena pengangkutan kayu dengan tonase yang tidak sesuai dengan kondisi jalan,” ujarnya.

Camat mengakui bahwa pro-kontra dalam pengelolaan hutan pasti akan terjadi. Namun, ia menegaskan bahwa keputusan harus didasarkan pada kajian yang matang dan mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat.

“Pro-kontra pasti ada, tetapi yang penting adalah kita harus memastikan bahwa keputusan yang diambil telah melalui proses yang transparan dan bertanggung jawab,” pungkasnya.

Masyarakat Parlilitan pun mengkritisi praktik serah terima SKT dan izin yang dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat tanpa disertai kajian jelas terkait dampak ekologis maupun sosial. Kepala desa diharapkan untuk lebih hati-hati dalam mengeluarkan SKT dan memastikan bahwa izin tersebut hanya diberikan jika memang benar-benar memenuhi syarat sesuai ketentuan UU Kehutanan.

“Setiap pemberian izin harus disertai evaluasi dampak lingkungan secara menyeluruh. Pihak berwenang diwajibkan melakukan pengecekan langsung ke lapangan guna memastikan bahwa areal yang akan dikuasai pengusaha sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini penting untuk mencegah kerusakan lingkungan, seperti kerusakan akses jalan akibat tonase pengangkutan kayu yang tidak sesuai dengan kondisi jalan” ujar Hasugian, warga pasar Parlilitan.

Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberian izin pengelolaan hutan. Melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk masyarakat, kepala desa, dan dinas kehutanan, menjadi kunci agar pengelolaan hutan dapat berjalan sesuai prinsip keberlanjutan dan perlindungan lingkungan. (Msk)