KEKUATAN SEBUAH MAGNET
Oleh :Drs. Djaendar J Lumban Gaol, M.Si
Gumpalan hasrat mendorong niat seseorang mengalahkan segalanya. Keinginan yang tinggi untuk mencapai sasaran, selalu di lakukan dengan berbagai cara. Gula tak lepas dari kerumunan semut. Rasa manis itu pula membuat semut tak mau hengkang dari lingkungan yang manis. Semut tak mau dekat dengan tidak mempunyai aroma manis. Bukan hanya manis mereka berkumpul, namun menjalin kekuatan sekali pun mereka sanggup. Mahluk kecil ini kuat karena bersatu. Bergotong-royong dan saling berbagi kemanisan yang tercium.
Semut berkelompok dari satu hingga persekongkolan kuat. Tak ada mengalahkan kekuatan jika bersatu. Mereka berkoordinasi mendapatkan manisnya gula. Kekuatan semut bisa menghancurkan bangunan bahkan gunung sebesar apapun itu. Kemanisan pula membuat dia terlena lalu terkapar.
Magnet mempunyai kekuatan yang tak kalah dari semut. Magnet memiliki daya untuk memperdayai, kekuatannya luar biasa bahkan dapat menarik hingga melengket tanpa berkutik. Magnet dapat menangkap dari jangkauan jauh hingga merekat ke badannya. Daya tangkapnya jitu, tangkapannya tak dapat lepas, cengkramannya bak rem cankram. Sekali dekat,hap. Jangan coba-coba mendekat jika dekat hap.
Kota besar seperti Jakarta bagai magnet dan semut. Jakarta sangat manis yang dapat menarik dan memperdaya siapapun. Di kota Jakarta sangat berbeda dengan kota lainnya. Kota yang indah, disamping sebagai Ibukota. Segalanya tersedia. Para pekerja, pegawai bahkan pejabat tak mau lekang dari Jakarta. Kalangan pejabat di Jakarta bejibun. Jabatan struktural dan fungsional baik berkecimbung dalam pemerintahan dan swasta menggunung disana. Mereka enggan hengkang dari sana, justru dari desa ingin menetap di kota besar. Inilah karena manisnya kota bak madu murni. Madu memagnet merasuk tulang. saking enaknya gemuklah segalanya.
Bagaimana pelayanan keagamaan, bedakah dengan pekerjaan lainnya? sepertinya sama saja. Banyak pelayan gereja yang hanya berputar disekitar kota besar yang sudah sempat didiaminya, walau bergeser situ-situ juga, hanya sekitar di Jabodetabek saja. Mereka terpatri dengan kemolekan kota besar.
Dulu ada misionaris hingga masuk ke pedesaan maupun kedalam rimba. Misionaris bertujuan memodernisasi yang tidak mengenal menjadi kenal atas kebenaran keberadaan Tuhan. Sekarang, mungkin bukan lagi demikian sasarannya namun, pelayanan yang prima diutamakan khususnya warga di pedesaan.
Mementingkan diri sendiri inilah, yang sukar dtaklukkan pada zaman now. Kota besar seperti Jakarta sangat kuat. Jakarta dapat menghipnotis warganya membuaat betah. Dunia mengetahui bahwa, Jakarta adalah kota yang hebat. Sehingga semua memburunya.
Para pejabat kerohanian, katakanlah pelayan keagamaan atau para pendeta, jika sudah menjabat di Jakarta seakan-akan tak mau pindah ke daerah. Banyak alasan yang terlontar.
Alasan yang dibuat-buat kadangkala tak rasional dan memaksa namun, itulah kenyataan serba-serbinya. Berbagai cara di buat agar, jangan sampai termutasi jauh dari Jakarta. Jika memang harus di mutasi menginginkan sekitar jabodetabek saja. Ada sih beberapa pendeta yang hanya menerima penempatan oleh pimpinan bahkan, ada yang menginginkan ke daerah, hal ini sangat kecil.
Para pelayan ini terbius kemanisan Jakarta atau kota besar lainnya. Apa sebenarnya tujuan agar tetap di Jakarta atau kota besar? Esensinya memang hilang jika menginginkan demikian. Makna pelayan yang sesungguhnya dimana? Apa tujuan para pelayan yang sebenarnya hanya di kota besar.
Bahwa kita ketahui di daerah, masih terdapat gereja hanya di layankan pendeta dengan jarang sekali. Bahkan ruasnya tak mengenal pendetanya, sementara gereja ini sudah berusia ratusan tahun. Disadari para pemimpinkah? Mengapa hal ini bisa terjadi?
Jika sudah di Jakarta dengan mengusung jabatan tersandang se akan miliknya, enggan melepas, tak mau pindah dari Jakarta. Kebuasan, kerakusan, kehausan, kelaparan, kekenyangan, perkara kecil dan besar ada disana. Hidup sengsara, nyaman, kaya dan miskin, hiburan, gepeng, pemulung disegala sudut menghiasinya juga ada. Kalangan level paling bawah hingga paling atas bermukin tak jauh mata memangdang ada disitu. Padahal mereka kadang lupa bahwa, di kota besarlah bertumpuk persoalan besar. Jika keinginan, keserakahan maupun kehausan jabatan, itupula yang menghancurkan karier seseorang. Jika ketamakan menjelma keburukan siap menangkapnya. Keinginan daging hanya semata. Tuhan pun melihatnya. (*)