Menteri LH Kecewa: Pemprov DKI Dinilai Tidak Serius Kelola Sampah
JAKARTA EditorPublik.com – Menteri Lingkungan Hidup (LH) ,Dr. Hanif Faisol Nuroqif, menyatakan kekecewaannya terhadap minimnya keseriusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan sampah. Ia menilai hingga kini belum ada terobosan signifikan yang mampu menekan jumlah sampah harian yang dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Hanif mengungkapkan, Jakarta masih membuang sekitar 8.000 ton sampah per hari ke TPST Bantargebang di Kota Bekasi. Volume tersebut dinilai memperparah tekanan terhadap lahan seluas 142 hektare yang telah menampung sampah Ibu Kota selama lebih dari tiga dekade.
“Bantar Gebang telah mencemari lingkungan kita cukup besar,” ujar Hanif dalam acara Penguatan Implementasi Kewajiban Pengurangan Sampah di Jakarta, Selasa (28/10/2025), seperti dikutip dari mediaindonesia.com.
Menurut Hanif, dampak pencemaran sudah terlihat pada kualitas air tanah dan udara di sekitar kawasan TPST. Air lindi dari tumpukan sampah disebut berpotensi mencemari air tanah hingga radius 500 meter dari lokasi.
“Air tanah dangkal, bahkan akuifer dalam di radius 500 meter dari Bantar Gebang, mestinya sudah tercemar. Coba hitung berapa biaya yang harus kita keluarkan untuk memulihkan kerusakan itu,” katanya.
Warga Bantargebang Tolak Perpanjangan PKS
Sejalan dengan kritik tersebut, masyarakat Bantargebang menolak rencana perpanjangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pengelolaan sampah antara Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Penolakan ini disampaikan dalam Simposium Sampah Bantargebang yang digelar di Mustikajaya, Selasa (28/10/2025). Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Forum Jurnalis Penggiat Lingkungan, Prabu-PL, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan, Si Paling Lingkungan, serta sejumlah komunitas pemerhati lingkungan.
Warga menilai PKS yang telah berjalan selama ini tidak memenuhi asas keadilan dan sarat dengan cacat hukum, sehingga menimbulkan kerugian sosial, kesehatan, dan lingkungan bagi masyarakat Bantargebang.
Tokoh masyarakat setempat, Wandi, menegaskan bahwa warga telah menanggung dampak pencemaran selama puluhan tahun akibat aktivitas TPST yang dikelola tanpa pelibatan masyarakat.
“Kami menolak perpanjangan PKS sebelum seluruh permasalahan yang kami alami selama 37 tahun diperbaiki. Masyarakat Bantargebang harus dilibatkan dalam penyusunan tata kelola baru,” tegas Wandi.
Dugaan Penyimpangan Dana Kompensasi
Dari sisi tata kelola keuangan, Indonesian Audit Watch (IAW) mengungkap adanya dugaan penyimpangan dana kompensasi selama periode 2021–2023 yang berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp123,52 miliar.
“Ini bukan tuduhan, tapi hasil audit forensik atas dokumen resmi dan data realisasi anggaran. Dana kompensasi seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup warga sekitar, bukan justru menimbulkan aroma penyimpangan yang lebih tajam dari bau sampah itu sendiri,” ujar Iskandar Sitorus dari IAW.(Msk)

