Tim PWI Pusat Tinjau Lokasi Perumahan Subsidi untuk Wartawan
BOGOR EditorPublik.com – Tim Perumahan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat bergerak cepat meninjau lokasi perumahan subsidi di kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Bank Tabungan Negara (BTN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kominfo Digital, dan BP Tapera terkait penyediaan 1.000 unit rumah subsidi bagi wartawan.
Peninjauan dilakukan pada Kamis, 17 April 2025, di dua lokasi, yaitu Pesona Kahuripan 10 dan Pesona Kahuripan 11. Hadir dalam kegiatan tersebut perwakilan PWI Pusat, yakni M. Sarwani, Sangky Wahyudin, Edi Kuswanto, dan Daryadi. Mereka didampingi oleh Sekar Cita Utami, Ismi Tri Dharmayanti (Business Development BTN), serta Achmad Nadji (Sales Management BTN).
Ketua Tim Perumahan PWI Pusat, Tundra Meliala, menyebutkan bahwa program ini merupakan langkah nyata pemerintah dalam menjawab kebutuhan hunian layak bagi wartawan.
“Pemerintah hadir untuk wartawan melalui langkah konkret ini. Kami langsung turun ke lapangan untuk memastikan kesiapan lokasi perumahan,” ujar Tundra.
Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, menambahkan bahwa rumah subsidi ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), khususnya insan pers. Program ini memanfaatkan skema pembiayaan Tapera dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera oleh BTN.
“Wartawan selama ini berada di garis depan menjaga demokrasi. Mereka layak mendapatkan akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau. Ini wujud nyata keberpihakan negara,” kata Hendry.
Persyaratan Program
Wartawan yang ingin mengikuti program ini harus memenuhi sejumlah syarat, seperti belum memiliki rumah, belum pernah menerima subsidi perumahan, dan tergolong sebagai MBR. Batas penghasilan maksimal ditetapkan sebesar Rp7 juta untuk yang belum menikah dan Rp8 juta bagi yang sudah menikah. Sementara itu, untuk wilayah Jabodetabek, batas penghasilan dinaikkan menjadi Rp8 juta (belum menikah) dan Rp13 juta (sudah menikah), menyesuaikan kebijakan afirmatif terkait kepemilikan hunian vertikal. (Msk)