KKJ Menilai Surat Keterangan Kepolisian untuk Jurnalis Asing Ancaman bagi Kebebasan Pers
JAKARTA EditorPublik.com – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia menyatakan penolakan tegas terhadap Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Terhadap Orang Asing.
Untuk diketahui, salah satu pasal dalam aturan tersebut mengatur kewajiban penerbitan Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi jurnalis asing dinilai berpotensi menghambat kebebasan pers di Indonesia.
Dalam siaran pers yang dirilis pada Sabtu (5/4/2025), KKJ menyebut kebijakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan semangat demokrasi, tetapi juga melanggar ketentuan hukum yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Ketentuan ini merupakan bentuk pembangkangan terhadap peraturan perundang-undangan yang menjamin kemerdekaan pers. Ini tak hanya melampaui batas kewenangan institusi kepolisian, tetapi juga merupakan ancaman serius bagi demokrasi yang dijamin konstitusi,” tegas KKJ dalam pernyataannya.
KKJ merupakan aliansi yang terdiri dari 11 organisasi, termasuk lembaga pers dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini aktif mengawal kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap jurnalis di Indonesia.
Meski pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia telah memberikan klarifikasi bahwa SKK tersebut tidak bersifat wajib, komunitas pers menilai kehadiran regulasi ini tetap membuka ruang bagi potensi penyalahgunaan wewenang. Terlebih, tidak dijelaskan secara rinci parameter penerbitan SKK dan apakah prosesnya akan berdampak pada akses kerja jurnalis asing di lapangan.
“Kami khawatir, SKK ini akan menjadi instrumen baru dalam pengawasan dan pengendalian kerja jurnalistik, khususnya bagi jurnalis asing yang bertugas di Indonesia. Ini bisa berujung pada praktik sensor atau bahkan intimidasi,” lanjut KKJ.
Komunitas pers meminta agar Kapolri segera mencabut atau merevisi pasal-pasal bermasalah dalam Perpol tersebut dan mengedepankan dialog dengan organisasi profesi pers guna menjaga independensi serta kebebasan pers sebagai pilar utama demokrasi.
Sebelumnya (4/4), Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menyampaikan bahwa Perpol ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari revisi UU Keimigrasian, dengan tujuan utama memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Warga Negara Asing (WNA), termasuk jurnalis asing, terutama yang bertugas di wilayah rawan konflik seperti Papua.
“Perpol ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada WNA, termasuk para jurnalis asing yang sedang bertugas di Indonesia, khususnya di daerah rawan konflik,” ujar Sandi.
Polri juga menyatakan terbuka untuk berdialog dengan berbagai pihak guna memastikan implementasi Perpol ini berjalan sesuai koridor hukum dan tidak bertentangan dengan prinsip kebebasan pers.
Isu ini menambah daftar panjang kekhawatiran insan pers terhadap regulasi yang dianggap mengancam kebebasan berekspresi dan kerja jurnalistik yang independen. KKJ juga mengimbau Presiden Joko Widodo untuk turut mengawasi dan memastikan tidak ada regulasi sektoral yang bertentangan dengan semangat reformasi dan konstitusi. (Msk)