BERITA UTAMAHUKUMLINGKUNGAN HIDUPNUSANTARA

UPT KPH XIII “Cuci Tangan” atas Protes Penebangan Hutan Tanpa Izin di Sitinjo Parlilitan

DOLOKSANGGUL EditorPublik.com — Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat UPT KPH XIII, Topaganda Sinurat, menyatakan bahwa konflik terkait penebangan hutan di Dusun Sitinjo, Desa Sihotang Hasugian Tonga, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, tidak berada dalam tanggung jawab pihaknya.

Diketahui, Masyarakat Hukum Adat (MHA) Dusun Sitinjo saat ini memprotes keras dan menghentikan aktivitas penebangan hutan di wilayah adat mereka. Penebangan tersebut diduga dilakukan tanpa persetujuan dari komunitas adat setempat.

Seorang warga Sitinjo, bermarga Hasugian menegaskan bahwa hutan tersebut merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan.

“Kami tidak pernah menyerahkan hak atas tanah ini kepada siapa pun. Hutan itu adalah warisan leluhur, dan kami ingin memastikan kelestariannya untuk generasi mendatang,” ujar Hasugian, Senin (12/5/2025).

Aksi Protes Masyarakat

Aksi protes berlangsung pada Kamis (1/5/2025) dengan masyarakat memblokade akses jalan menuju lokasi penebangan. Dalam aksi tersebut, warga membawa spanduk bertuliskan, “Stop Perambahan Hutan di Kawasan Desa Sihotang Hasugian Tonga Dusun Sitinjo.”

Warga menyatakan kekhawatiran terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh penebangan hutan, terutama ancaman terhadap sumber mata air yang menjadi penopang utama lahan pertanian mereka.

Respons Kepala Seksi UPT KPH XIII

Menanggapi hal ini, Kepala Seksi UPT KPH XIII, Topaganda Sinurat, menyatakan bahwa konflik ini berakar pada perselisihan tapal batas antara Desa Sihotang Hasugian Dolok I dan Desa Sihotang Hasugian Tonga. “Masyarakat sendiri yang bersepakat agar kegiatan dihentikan sementara sampai persoalan tata batas selesai,” ujarnya pada Rabu (7/5/2025).

Ia juga menegaskan bahwa pengawasan perizinan penebangan hutan berada di bawah tanggung jawab Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) II Medan.

Kritik dari Masyarakat

Namun, warga Dusun Sitinjo menilai bahwa UPT KPH XIII tidak bersikap tegas terhadap pelaku penebangan hutan di wilayah adat mereka. Seorang warga menyebut bahwa pelaku penebangan liar tidak dapat menunjukkan izin resmi.

“Dari 12 izin Penguasaan Hak Atas Tanah (PHAT) yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, tidak ada satu pun yang mencakup Dusun Sitinjo. Seharusnya, UPT KPH XIII, sebagai polisi kehutanan, menangkap dan memproses hukum para pelaku. Jangan ketika warga yang menebang pohon polisi kehutanan langsung gerak cepat bertindak menagkap” ujar Hasugian.

Warga juga mendorong UPT KPH XIII untuk memanfaatkan teknologi geospasial dan sistem informasi dalam memastikan aktivitas penebangan tidak melewati batas yang diizinkan, “Bukan malah cuci tangan dengan menyerahkan penyelesaian konflik tapal batas kepada warga bersama pelaku penebangan liar” imbuh Hasugian.

Komitmen Masyarakat Adat

Masyarakat Dusun Sitinjo bertekad untuk terus memperjuangkan hak atas tanah adat mereka, termasuk melalui jalur hukum. “Kami bersama tetua adat akan terus melawan untuk menjaga hutan ini. Di sana ada sumber mata air yang harus dilindungi untuk generasi mendatang,” kata warga lainnya.

Protes ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan demi keberlanjutan hidup generasi mendatang. (HarLG)